Pesan singkat yang sebelumnya saya terima mendorong saya untuk mengikuti kegiatan ke pantai itu. Setokok tepatnya. Bukan untuk menjadi relawan seperti yang lainnya. tapi sebuah bentuk pelepasan ketegangan sehari-hari. Jadilah saya dan teman saya satu lagi kerjanya hanya memprovokasi. Yah, kami hanya sekedar ingin senang-senang disana. Pelajaran teamwork atau memenangkan tiap pertandingan tak menjadi fokus utama –walau akhirnya kami memenangkan semua pertandingan. Yang penting menghibur diri dan bersenang-senang sudah cukup bagi saya, karena memang itu tujuannya.
Keberangkatan diawali dengan segenap keraguan, teman saya hampir tak jadi ikut karena diberi tugas mendadak. Saya tak ingin jadi yang paling tua disana, karena itu saya memaksa dia untuk ikut. Akhirnya dia putuskan untuk ikut juga, baiklah, saya pun segera berangkat menuju tempat kami berkumpul sebelumnya.
Sesampainya disana, saya merasa salah tempat lagi. Semua membawa tas ransel dan perlengkapan lainnya, sementara saya, celana jeans, tas selempang kecil yang isnya hanya buku, pena, dan topi. “mau konser bang?” ledek salah seorang adik kelas saya. Kurang ajar. Saya hanya mengutuki dalam hati, di luar saya harus tetap tenang sambil mengeluarkan berbagai alibi.
Rencana disana, saya hanya ingin duduk-duduk, keliling sambil main air, tak ada sedikitpun keinginan untuk mengikuti kegiatan demi kegiatan yang diselenggarakan. Tapi entah kenapa pada akhirnya, saya mengikuti hampir seluruh kegiatan tersebut. Mulai dari perkenalan, permainan angka, lomba merayap di air, mengisi air dengan spons sampai menara manusia.
Memancing keributan itu yang kerap saya lakukan, hampir tiap kegiatan selalu ada provokasi, hampir setiap kegiatan selalu diakhiri dengan kerusuhan. Lucu, menyenangkan lagi. Yah, yang ingin saya lakukan hanya tertawa, bersenang-senang, dan semuanya tak akan tercipta tanpa kerusuhan. Kerusuhan itu yang menumbuhkan keakraban. Makin brutal makin baik hasilnya.
Lelah, ya setelah mengikuti semua kegiatan itu saya rasakan seluruh badan saya merasa lelah. Capek tertawa sebenarnya. Tak ubahnya orang ketika kesurupan, badan saya merasa lelah tapi saya puas luar biasa. Yah, hati saya senang saat itu, kalau saja tak dirusak dengan agenda terakhir. Agenda utama dari kegiatan ini. Agenda yang mendorong saya untuk memaksakan diri ikut dalam kegiatan ini.
Rapat itu, lagi-lagi tak menyenangkan suasananya. Sejak awal saya sudah merasakan itu. Penting tidaknya sesuatu mungkin memang relatif. Tingkatnya berbeda antara yang satu dengan yang lain, dan apa yang dirapatkan kemarin hampir tak ada satupun yang penting menurut saya. Rasa penasaran saya yang sudah begitu lama tak terobati karenanya, malah ia berganti dengan kekecewaan.
Kekecewaan karena makin lama tingkat pendengaran disini makin parah saja. Tak ada orang yang mau mendengarkan pendapat antara yang satu dengan yang lain. semuanya selalu dihiasi dengan teriakan –walau tertahan tapi tetap saja nadanya mencerminkan. Entah seperti apa mutu musyawarah yang seperti ini, kalau tiap kali selalu saja ada pihak-pihak yang sakit hati.
Makin lama disini, saya makin malas bicara. Bukan tak ingin klarifikasi, tapi karena semua tak ingin mendengar aspirasi. Bagaimana mungkIn mau menerima kalau mendengar pun tak sudi. Akhirnya, paling saya hanya menulis disini. Tulisan yang paling hanya menjadi curahan hati saya selama ini. Mengharapkan tulisan ini dibaca sepenuhnyapun sesuatu yang muluk rasanya. Karena bukan hanya pendengar yang buruk tapi juga karena kita adalah pembaca yang buruk.
Setokok hari itu hanya menambah kelelahan fisik dan hati saya saja.
Keberangkatan diawali dengan segenap keraguan, teman saya hampir tak jadi ikut karena diberi tugas mendadak. Saya tak ingin jadi yang paling tua disana, karena itu saya memaksa dia untuk ikut. Akhirnya dia putuskan untuk ikut juga, baiklah, saya pun segera berangkat menuju tempat kami berkumpul sebelumnya.
Sesampainya disana, saya merasa salah tempat lagi. Semua membawa tas ransel dan perlengkapan lainnya, sementara saya, celana jeans, tas selempang kecil yang isnya hanya buku, pena, dan topi. “mau konser bang?” ledek salah seorang adik kelas saya. Kurang ajar. Saya hanya mengutuki dalam hati, di luar saya harus tetap tenang sambil mengeluarkan berbagai alibi.
Rencana disana, saya hanya ingin duduk-duduk, keliling sambil main air, tak ada sedikitpun keinginan untuk mengikuti kegiatan demi kegiatan yang diselenggarakan. Tapi entah kenapa pada akhirnya, saya mengikuti hampir seluruh kegiatan tersebut. Mulai dari perkenalan, permainan angka, lomba merayap di air, mengisi air dengan spons sampai menara manusia.
Memancing keributan itu yang kerap saya lakukan, hampir tiap kegiatan selalu ada provokasi, hampir setiap kegiatan selalu diakhiri dengan kerusuhan. Lucu, menyenangkan lagi. Yah, yang ingin saya lakukan hanya tertawa, bersenang-senang, dan semuanya tak akan tercipta tanpa kerusuhan. Kerusuhan itu yang menumbuhkan keakraban. Makin brutal makin baik hasilnya.
Lelah, ya setelah mengikuti semua kegiatan itu saya rasakan seluruh badan saya merasa lelah. Capek tertawa sebenarnya. Tak ubahnya orang ketika kesurupan, badan saya merasa lelah tapi saya puas luar biasa. Yah, hati saya senang saat itu, kalau saja tak dirusak dengan agenda terakhir. Agenda utama dari kegiatan ini. Agenda yang mendorong saya untuk memaksakan diri ikut dalam kegiatan ini.
Rapat itu, lagi-lagi tak menyenangkan suasananya. Sejak awal saya sudah merasakan itu. Penting tidaknya sesuatu mungkin memang relatif. Tingkatnya berbeda antara yang satu dengan yang lain, dan apa yang dirapatkan kemarin hampir tak ada satupun yang penting menurut saya. Rasa penasaran saya yang sudah begitu lama tak terobati karenanya, malah ia berganti dengan kekecewaan.
Kekecewaan karena makin lama tingkat pendengaran disini makin parah saja. Tak ada orang yang mau mendengarkan pendapat antara yang satu dengan yang lain. semuanya selalu dihiasi dengan teriakan –walau tertahan tapi tetap saja nadanya mencerminkan. Entah seperti apa mutu musyawarah yang seperti ini, kalau tiap kali selalu saja ada pihak-pihak yang sakit hati.
Makin lama disini, saya makin malas bicara. Bukan tak ingin klarifikasi, tapi karena semua tak ingin mendengar aspirasi. Bagaimana mungkIn mau menerima kalau mendengar pun tak sudi. Akhirnya, paling saya hanya menulis disini. Tulisan yang paling hanya menjadi curahan hati saya selama ini. Mengharapkan tulisan ini dibaca sepenuhnyapun sesuatu yang muluk rasanya. Karena bukan hanya pendengar yang buruk tapi juga karena kita adalah pembaca yang buruk.
Setokok hari itu hanya menambah kelelahan fisik dan hati saya saja.
1 komentar:
hmmm...
yah wajarlah mas jd pada gak fokus!!!
kuk rapat dipantai!!
welehwleleh!!! :D
Posting Komentar