Memasuki libur seperti ini tak banyak aktivitas yang saya lakukan. Hampir sepanjang hari saya habiskan di rumah, hal yang sangat jarang terjadi ketika saat kuliah. Saat kuliah, hampir tak ada waktu rasanya untuk berdiam di rumah. Keberadaan rumah tak ubahnya seperti hotel tempat menumpang tidur saja, tapi yang ini gratis. Seringkali teguran menghampiri tentang itu dari orang rumah. Kadang saya berpikir pilihan menjadi aktivis seringkali membuat saya jauh dari orang terdekat saya termasuk keluarga, saya terlalu sibuk mengurusi hal di luar sana hingga lupa hak-hak orang terdekat dan saya sendiri. Konsekuensi memang, tapi kadang menjurus pada sikap aniaya ke diri sendiri. Ah, apapun itu, saya mencintai kondisi saya sekarang ini. Mungkin hanya butuh sedikit penyesuaian saja agar semua lebih baik.
Menghabiskan waktu di rumah, banyak hal yang saya lakukan dan ini makin mendekatkan saya dengan keluarga. Tiap pagi saya sering mengantar Ibu saya ke pasar, menemaninya, melihat kondisi pasar yang ramai dan menyenangkan. Ada berbagai macam orang disana dengan berbagai macam dagangan.
Kegiatan yang lain adalah mengantar-jemput ayah saya. Yah, sebelum mengantar Ibu saya menjadi tukang ojek bagi ayah saya yang kebetulan kebagian kerja di darat. 2 kali sehari saya harus bolak-balik ke Batu Ampar, melihat perusahaan Shipyard terbesar. Hampir separuh orang Batam bekerja disini, ramai sekali dan besar tentunya. Mc Dermott memang sudah menjadi salah satu ikon perusahaan terbesar di Batam, kedudukannya sama seperti PN Timah dalam laskar pelangi.
Tiap Selasa, Kamis, Sabtu maka ini adalah jadwal untuk mengantar adik les. Masuk sekolah jam 1 tapi harus sudah berangkat jam 9 dari rumah. 3 jam waktu ekstra untuk mendapatkan tambahan pelajaran. Kadang saya berpikir ini bagus atau tidak untuk pertumbuhannya, tak ada waktu bermain sama sekali. Semoga saja baik.
Tapi yang menyenangkan adalah tiap sore tiba. Maka ada ritual khusus baru bagi saya. Ya, tiap sore tiba saya akan duduk di dalam rumah menghadap ke jendela untuk memperhatikan tingkah laku adik saya yang pulang sekolah bersama teman-temannya. Rumah saya memang seperti menjadi tempat transit anak-anak itu sebelum pulang ke rumahnya masing-masing. Hampir tiap hari selalu seperti itu. Melihat mereka seperti mengingatkan saya kembali akan dunia anak yang telah lama saya tinggalkan.
Pertama kali datang yang mereka lakukan adalah duduk berbaris melepas lelah di teras rumah. Sesekali mereka menghiasi dengan tebak-tebakan hingga saling mengejek satu sama lain. Khas anak kecil. Setelah selesai beristirahat biasanya mereka menendang bola di depan rumah. Satu jadi kiper yang lain menendang bergantian. Seringkali tabrakan antar mereka terjadi, jatuh bersama kemudian tertawa bersama pula. Setelah lelah, biasanya mereka duduk kembali, adik saya langsung berlari ke dalam rumah kemudian keluar kembali untuk menjamu teman-temannya dengan air putih dingin. Melihat mereka rebutan, antre menunggu giliran benar-benar membuat saya terbang ke masa lalu saya.
Tak jarang pula percekcokan timbul karena yang satu merasa dicurangi saat bermain. Biasanya mereka meyikapi dengan pulang duluan. Meninggalkan teman-temannya. Hehe, saya persis seperti melihat cermin. Tapi ada yang membedakannya kemudian, keesokan harinya mereka pulang bersama lagi seperti tak ada masalah yang terjadi.
Begitu rendah ternyata kualitas pertemanan saya, bahkan kalah jauh dengan anak-anak itu. Makin dewasa sepertinya orang makin menuju kekanak-kanakan yang sebenarnya. Persoalan kecil menjadi besar, persoalan sepele bisa diselesaikan bertele-tele. Hingga akhirnya para petinggi negeri ini pun saling ejek mengejek tak ubahnya anak kecil, bahkan lebih parah lagi.
Menghabiskan waktu di rumah, banyak hal yang saya lakukan dan ini makin mendekatkan saya dengan keluarga. Tiap pagi saya sering mengantar Ibu saya ke pasar, menemaninya, melihat kondisi pasar yang ramai dan menyenangkan. Ada berbagai macam orang disana dengan berbagai macam dagangan.
Kegiatan yang lain adalah mengantar-jemput ayah saya. Yah, sebelum mengantar Ibu saya menjadi tukang ojek bagi ayah saya yang kebetulan kebagian kerja di darat. 2 kali sehari saya harus bolak-balik ke Batu Ampar, melihat perusahaan Shipyard terbesar. Hampir separuh orang Batam bekerja disini, ramai sekali dan besar tentunya. Mc Dermott memang sudah menjadi salah satu ikon perusahaan terbesar di Batam, kedudukannya sama seperti PN Timah dalam laskar pelangi.
Tiap Selasa, Kamis, Sabtu maka ini adalah jadwal untuk mengantar adik les. Masuk sekolah jam 1 tapi harus sudah berangkat jam 9 dari rumah. 3 jam waktu ekstra untuk mendapatkan tambahan pelajaran. Kadang saya berpikir ini bagus atau tidak untuk pertumbuhannya, tak ada waktu bermain sama sekali. Semoga saja baik.
Tapi yang menyenangkan adalah tiap sore tiba. Maka ada ritual khusus baru bagi saya. Ya, tiap sore tiba saya akan duduk di dalam rumah menghadap ke jendela untuk memperhatikan tingkah laku adik saya yang pulang sekolah bersama teman-temannya. Rumah saya memang seperti menjadi tempat transit anak-anak itu sebelum pulang ke rumahnya masing-masing. Hampir tiap hari selalu seperti itu. Melihat mereka seperti mengingatkan saya kembali akan dunia anak yang telah lama saya tinggalkan.
Pertama kali datang yang mereka lakukan adalah duduk berbaris melepas lelah di teras rumah. Sesekali mereka menghiasi dengan tebak-tebakan hingga saling mengejek satu sama lain. Khas anak kecil. Setelah selesai beristirahat biasanya mereka menendang bola di depan rumah. Satu jadi kiper yang lain menendang bergantian. Seringkali tabrakan antar mereka terjadi, jatuh bersama kemudian tertawa bersama pula. Setelah lelah, biasanya mereka duduk kembali, adik saya langsung berlari ke dalam rumah kemudian keluar kembali untuk menjamu teman-temannya dengan air putih dingin. Melihat mereka rebutan, antre menunggu giliran benar-benar membuat saya terbang ke masa lalu saya.
Tak jarang pula percekcokan timbul karena yang satu merasa dicurangi saat bermain. Biasanya mereka meyikapi dengan pulang duluan. Meninggalkan teman-temannya. Hehe, saya persis seperti melihat cermin. Tapi ada yang membedakannya kemudian, keesokan harinya mereka pulang bersama lagi seperti tak ada masalah yang terjadi.
Begitu rendah ternyata kualitas pertemanan saya, bahkan kalah jauh dengan anak-anak itu. Makin dewasa sepertinya orang makin menuju kekanak-kanakan yang sebenarnya. Persoalan kecil menjadi besar, persoalan sepele bisa diselesaikan bertele-tele. Hingga akhirnya para petinggi negeri ini pun saling ejek mengejek tak ubahnya anak kecil, bahkan lebih parah lagi.
0 komentar:
Posting Komentar