Tindik atau body piercing adalah seni melubangi bagian tubuh, biasanya dilakukan di telinga, hidung, lidah, bibir atau bagian lainnya. Dulu, kegiatan ini dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Menyerupai perempuan adalah dosa katanya. Tapi saat ini, ia seperti telah menjadi trend saja. Tak hanya penjahat, biang masalah yang kerap melakukan piercing pada tubuhnya tapi artis pun banyak. Atau artis dan biang masalah itu sama saja sebenarnya? Ah, saya tak terlalu paham tentang itu. Masalah tindik ini saya punya cerita sendiri tentangnya. Begitu membekasnya ia dalam ingatan saya hingga sulit sekali rasanya untuk melupakannya begitu saja.
Kejadiannya pada saat saya masih STM dulu, waktu itu saya sedang melaksanakan magang. Perusahaan tempat saya magang adalah perusahaan dengan jumlah anak magang paling ramai. Tak hanya dari STM tempat saya saja, tapi juga dari luar daerah seperti Bangkinang, Pekanbaru dan Padang. Sebuah pemandangan yang lebih terlihat seperti sebuah pemanfaatan.
Ada satu orang teman magang saya yang menarik perhatian saya saat itu. Dia teman yang berasal dari STM Padang. Wajahnya biasa saja kalau tak ingin untuk disebut parah. Yang menarik bagi saya pada saat itu adalah tindikan di telinganya. Tindikan itu sederhana saja sebenarnya, ia tidak dihiasi dengan anting yang begitu mahal harganya dan begitu keren bentuknya. Hanya sebuah anting bulat berwarna hitam biasa. Tapi entah kenapa hal ini menimbulkan keinginan saya untuk memiliki tindik juga di telinga saya.
Lama saya amati teman saya yang satu ini, hingga akhirnya saya tak tahan untuk menceritakan keinginan saya untuk tindik pada teman yang lain. seorang Kakak kelas saya, jauh di atas saya, saat itu dia sudah kerja disana. Mulanya sebelum saya menceritakan keinginan saya, saya memancingnya dulu dengan obrolan ringan seputar tindik.
“anak itu keren bang ya” kata saya padanya
“emang kenapa” jawabnya
“tindikannya itu, abang ga tindik?” tanya saya
Dan jawaban selanjutnya benar-benar mengubah seketika keinginan saya tersebut.
“Tindik itu cuman buat orang-orang ganteng” jawabnya sambil lalu
“??? Maksudnya???” saya bingung
“Ya, dengan tindik itu, orang – orang ganteng itu ingin menonjolkan kegantengannya. Ada sesuatu yang menarik pada diri mereka dan tindik itu adalah umpannya. Nah, kalo dia. udah kayak gitu, tindik pula. Itu bunuh diri namanya, menonjolkan kejelekannya sendiri. Rasanya tak ada yang lebih bodoh dibandingkan memperlihatkan keburukan sendiri”
Saya diam mendengar jawaban itu.
“Kenapa? Mau tindik?” tanyanya.
“Ga, nanya aj” elak saya
Semenjak itu, keinginan untuk tindik atau melakukan apapun pada diri ini saya hilangkan sama sekali. Tentu saja saya sangat sadar bahwa saya tak masuk dalam golongan orang-orang ganteng itu. Betapa menghargai apa yang telah diberikan adalah sebuah keharusan. Namun seringkali kita melakukan sesuatu yang terlalu memaksakan hingga akhirnya hanya membuka aib dan kebodohan sendiri.
Kejadiannya pada saat saya masih STM dulu, waktu itu saya sedang melaksanakan magang. Perusahaan tempat saya magang adalah perusahaan dengan jumlah anak magang paling ramai. Tak hanya dari STM tempat saya saja, tapi juga dari luar daerah seperti Bangkinang, Pekanbaru dan Padang. Sebuah pemandangan yang lebih terlihat seperti sebuah pemanfaatan.
Ada satu orang teman magang saya yang menarik perhatian saya saat itu. Dia teman yang berasal dari STM Padang. Wajahnya biasa saja kalau tak ingin untuk disebut parah. Yang menarik bagi saya pada saat itu adalah tindikan di telinganya. Tindikan itu sederhana saja sebenarnya, ia tidak dihiasi dengan anting yang begitu mahal harganya dan begitu keren bentuknya. Hanya sebuah anting bulat berwarna hitam biasa. Tapi entah kenapa hal ini menimbulkan keinginan saya untuk memiliki tindik juga di telinga saya.
Lama saya amati teman saya yang satu ini, hingga akhirnya saya tak tahan untuk menceritakan keinginan saya untuk tindik pada teman yang lain. seorang Kakak kelas saya, jauh di atas saya, saat itu dia sudah kerja disana. Mulanya sebelum saya menceritakan keinginan saya, saya memancingnya dulu dengan obrolan ringan seputar tindik.
“anak itu keren bang ya” kata saya padanya
“emang kenapa” jawabnya
“tindikannya itu, abang ga tindik?” tanya saya
Dan jawaban selanjutnya benar-benar mengubah seketika keinginan saya tersebut.
“Tindik itu cuman buat orang-orang ganteng” jawabnya sambil lalu
“??? Maksudnya???” saya bingung
“Ya, dengan tindik itu, orang – orang ganteng itu ingin menonjolkan kegantengannya. Ada sesuatu yang menarik pada diri mereka dan tindik itu adalah umpannya. Nah, kalo dia. udah kayak gitu, tindik pula. Itu bunuh diri namanya, menonjolkan kejelekannya sendiri. Rasanya tak ada yang lebih bodoh dibandingkan memperlihatkan keburukan sendiri”
Saya diam mendengar jawaban itu.
“Kenapa? Mau tindik?” tanyanya.
“Ga, nanya aj” elak saya
Semenjak itu, keinginan untuk tindik atau melakukan apapun pada diri ini saya hilangkan sama sekali. Tentu saja saya sangat sadar bahwa saya tak masuk dalam golongan orang-orang ganteng itu. Betapa menghargai apa yang telah diberikan adalah sebuah keharusan. Namun seringkali kita melakukan sesuatu yang terlalu memaksakan hingga akhirnya hanya membuka aib dan kebodohan sendiri.
***
2 komentar:
akhirnya temen aku nyadar juga tapi apa yang membuat ko sadar ????
syukurlaah,,
kirain,,
*sambil.nurunin.gagang.sapu*
Posting Komentar