Istilah ini baru kudapatkan beberapa hari yang lalu. Adik sejuta umat, lucu kan? Kalau biasanya ada ustadz sejuta umat maka sekarang ada adik sejuta umat. Sebenarnya julukan ini merujuk untuk orang yang dianggap adik oleh setiap orang. Yang paling kecil di komunitasnya. Bahasa kasarnya sih Adik umum, Adik yang bisa dimiliki semua pihak. Dan semoga nasibnya tak seperti semua yang menempel kata “umum”, rusak tak terawat.
Baik, cukup definisi awalnya. Sekarang masuk ke coretan yang aku rasa tak terlalu penting. Ini hanyalah sebuah pembiasaan untuk selalu menulis tiap hari. Oleh karena itu, jangan berharap terlalu banyak manfaat dari tulisan ini. Atau kalau mungkin anda orang yang sangat menghargai waktu anda maka aku sarankan untuk menyudahi membaca tulisan ini.
Menjadi angkatan paling atas di kampus maka artinya menyadari bahwa akulah yang paling tua di komunitas mahasiswa di kampus. Membiasakan diri untuk terbiasa dipanggil “kakak” atau “bang”. Walau sebenarnya secara pribadi aku tak suka bentuk panggilan seperti ini. Tapi yah mau gimana lagi, negara ini negara yang menjunjung tinggi norma kesopanan hingga untuk memanggil yang lebih tua harus disertai kata-kata itu.
Bersamaan dengan itu pula, saat ini aku memiliki banyak sekali adik yang juga dimiliki banyak orang. Adik sejuta umat. Mereka orang –orang yang berada di sekitarku, orang-orang yang menjadi teman diskusi, orang-orang biasa dengan potensi yang luar biasa. Mereka yang menjadi adikku, yang ingin berubah, yang ingin lepas dari rutinitas mahasiswa yang monoton.
Dari sekian banyak adik sejuta umatku tak banyak memang yang dekat, dan ini yang membuatku mendapatkan sebuah sms yang berisikan protes. Protes karena aku hanya peduli pada beberapa orang dan tak memperhatikan yang lainnnya. Yang kurasa memang ada benarnya juga, salah aku memang pada awalnya. Harus ada perbaikan disana-sini, karena bagaimanapun ternyata mereka juga butuh diperhatikan.
Huff, kadang rasanya melelahkan harus terus-terusan seperti ini. Mencoba membagi perhatian, mencoba peduli dan mengerti tanpa seorangpun yang mau mengerti.
Baik, cukup definisi awalnya. Sekarang masuk ke coretan yang aku rasa tak terlalu penting. Ini hanyalah sebuah pembiasaan untuk selalu menulis tiap hari. Oleh karena itu, jangan berharap terlalu banyak manfaat dari tulisan ini. Atau kalau mungkin anda orang yang sangat menghargai waktu anda maka aku sarankan untuk menyudahi membaca tulisan ini.
Menjadi angkatan paling atas di kampus maka artinya menyadari bahwa akulah yang paling tua di komunitas mahasiswa di kampus. Membiasakan diri untuk terbiasa dipanggil “kakak” atau “bang”. Walau sebenarnya secara pribadi aku tak suka bentuk panggilan seperti ini. Tapi yah mau gimana lagi, negara ini negara yang menjunjung tinggi norma kesopanan hingga untuk memanggil yang lebih tua harus disertai kata-kata itu.
Bersamaan dengan itu pula, saat ini aku memiliki banyak sekali adik yang juga dimiliki banyak orang. Adik sejuta umat. Mereka orang –orang yang berada di sekitarku, orang-orang yang menjadi teman diskusi, orang-orang biasa dengan potensi yang luar biasa. Mereka yang menjadi adikku, yang ingin berubah, yang ingin lepas dari rutinitas mahasiswa yang monoton.
Dari sekian banyak adik sejuta umatku tak banyak memang yang dekat, dan ini yang membuatku mendapatkan sebuah sms yang berisikan protes. Protes karena aku hanya peduli pada beberapa orang dan tak memperhatikan yang lainnnya. Yang kurasa memang ada benarnya juga, salah aku memang pada awalnya. Harus ada perbaikan disana-sini, karena bagaimanapun ternyata mereka juga butuh diperhatikan.
Huff, kadang rasanya melelahkan harus terus-terusan seperti ini. Mencoba membagi perhatian, mencoba peduli dan mengerti tanpa seorangpun yang mau mengerti.
0 komentar:
Posting Komentar