Manusia itu bagai rombongan seratus onta, hampir-hampir tak kau temukan ada yang layak diantara mereka untuk jadi penggembala. (Al Hadits)
Hadits di atas merupakan refleksi dari kekerdilan jiwa. Refleksi dimana dalam sejarah peradaban seorang manusia tidak akan pernah menjadi manusia dengan ‘M’ besar. Menjadi manusia biasa seperti layaknya orang kebanyakan. Tak ada yang spesial, tak ada ciri khas, tak menonjol dan biasa saja. Terus menjadi manusia-manusia kecil yang berjiwa kerdil.
Disebutkan Sayyid Quthb bahwa : “Siapa yang hidup bagi dirinya sendiri maka ia akan hidup sebagai manusia kecil dan mati sebagai manusia kecil. Sedangkan mereka yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai manusia besar dan takkan mati selamanya.”
Ternyata begitu mudahnya menjadi seorang manusia besar, kita hanya perlu menjadi orang yang mengabdikan diri kita pada kemaslahatan orang banyak, mendobrak status quo ‘seratus onta’. Karena dengan berarti bagi orang lain maka itu sama dengan menuliskan nama kita dalam lembaran hatinya, sedang berarti bagi diri sendiri sama saja dengan menggali kuburan kita dan masuk ke dalamnya bahkan sebelum waktunya.
Sekarang ini akan banyak kita temui orang-orang yang begitu mengutamakan kepentingan dirinya di atas kepentingan orang lain. Masing-masing kita hanya sibuk dengan hak-hak yang harus kita terima tanpa pernah sekalipun melihat apa kontribusi yang sudah kita berikan sebagai kontributor peradaban.
Andai kita semua bisa memaknai esensi sebenarnya dari kehidupan ini, memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada orang lain. Maka seluruh orang di dunia ini akan lepas dari status ‘seratus onta’ dan hidup selamanya.
Karena sejatinya yang membuat abadi adalah kehendak orang lain untuk terus menghidupkan kita di tengah dirinya, di dalam komunitasnya sekalipun kita sudah tiada.
***
Hadits di atas merupakan refleksi dari kekerdilan jiwa. Refleksi dimana dalam sejarah peradaban seorang manusia tidak akan pernah menjadi manusia dengan ‘M’ besar. Menjadi manusia biasa seperti layaknya orang kebanyakan. Tak ada yang spesial, tak ada ciri khas, tak menonjol dan biasa saja. Terus menjadi manusia-manusia kecil yang berjiwa kerdil.
Disebutkan Sayyid Quthb bahwa : “Siapa yang hidup bagi dirinya sendiri maka ia akan hidup sebagai manusia kecil dan mati sebagai manusia kecil. Sedangkan mereka yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai manusia besar dan takkan mati selamanya.”
Ternyata begitu mudahnya menjadi seorang manusia besar, kita hanya perlu menjadi orang yang mengabdikan diri kita pada kemaslahatan orang banyak, mendobrak status quo ‘seratus onta’. Karena dengan berarti bagi orang lain maka itu sama dengan menuliskan nama kita dalam lembaran hatinya, sedang berarti bagi diri sendiri sama saja dengan menggali kuburan kita dan masuk ke dalamnya bahkan sebelum waktunya.
Sekarang ini akan banyak kita temui orang-orang yang begitu mengutamakan kepentingan dirinya di atas kepentingan orang lain. Masing-masing kita hanya sibuk dengan hak-hak yang harus kita terima tanpa pernah sekalipun melihat apa kontribusi yang sudah kita berikan sebagai kontributor peradaban.
Andai kita semua bisa memaknai esensi sebenarnya dari kehidupan ini, memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada orang lain. Maka seluruh orang di dunia ini akan lepas dari status ‘seratus onta’ dan hidup selamanya.
Karena sejatinya yang membuat abadi adalah kehendak orang lain untuk terus menghidupkan kita di tengah dirinya, di dalam komunitasnya sekalipun kita sudah tiada.
***
0 komentar:
Posting Komentar