Afrahurrijal, Kata ini saya temukan dalam sebuah tulisan karya Anis Matta yang sebenarnya saya juga kurang jelas apa artinya. Dalam tulisan tersebut ia berbicara tentang kedewasaan. Kedewasaan yang kerap kali terefleksikan dalam kegembiraan-kegembiraan, kesedihan-kesedihan serta ide-ide dan pikiran. Nuansa kedalaman jiwa yang terlihat dari motivasi kemunculannya yang terekspresikan dalam tindakannya.
Kedewasaan, kata ini menjadi cukup familiar bagi saya beberapa waktu belakangan ini. Ada yang mempertanyakan tentang kedewasaan sementara yang lain menganggap dirinya sudah terlalu dewasa hingga tak perlu orang lain mengatur dirinya yang sebenarnya merupakan bentuk kepedulian. Hal seperti ini harus menjadi pertanyaan sebenarnya, apakah ia merupakan bentuk kedewasaan atau keegoisan yang menunjukkan kekanakan.
Kedewasaan atau kekanakan pemikiran seseorang berkorelasi dengan kedewasaan dan kekanakan perasaannya. Begitu juga sebaliknya kedewasaan dan kekanakan perasaan seseorang mampu menekan kedewasaan dan kekanakan pemikirannya, begitu yang ditulis Anis Matta dalam tulisannya yang saya baca.
Ada baiknya menjadi koreksi diri bagi saya, anda dan kita semua tentang masalah kedewasaan ini. Baik kedewasaan dalam bersikap maupun kedewasaan dalam berpikir. Kalau tiap dari kita adalah seorang da’i, maka apa sebenarnya tujuan kita sebagai da’i dalam lintasan peradaban ini? Uang, kekuasaan, jabatan, wanita atau yang lain? maka perlu menjadi perhatian bersama, bahan muhasabah sehari-hari kita atas apa yang telah kita lakukan. Sudah seberapa dewasa kita dalam bersikap ataupun berpikir.
Dan kegembiraan-kegembiraan yang kita rasakan sebagai seorang da’i tentunya adalah sebuah wujud kedewasaan ketika apa yang kita citakan tercapai sekalipun bukan kita kemudian yang menguasainya, terserahlah siapapun yang memegangnya asal tujuan dan tugas kita sebagai seorang da’i dapat terwujud. Bukan kegembiraan politikus yang kemudian dalam mewujudkan tujuannya harus karena kontribusi tunggal dari dirinya dan ketika telah terwujud maka ia harus menguasainya.
Nah, lantas untuk menuju kedewasaan tentunya butuh keseimbangan dalam berpikir maupun bertindak. Karena tanpa keseimbangan tersebut kedewasaan hanya akan selalu menjadi utopia yang takkan pernah terwujud.
Kedewasaan, kata ini menjadi cukup familiar bagi saya beberapa waktu belakangan ini. Ada yang mempertanyakan tentang kedewasaan sementara yang lain menganggap dirinya sudah terlalu dewasa hingga tak perlu orang lain mengatur dirinya yang sebenarnya merupakan bentuk kepedulian. Hal seperti ini harus menjadi pertanyaan sebenarnya, apakah ia merupakan bentuk kedewasaan atau keegoisan yang menunjukkan kekanakan.
Kedewasaan atau kekanakan pemikiran seseorang berkorelasi dengan kedewasaan dan kekanakan perasaannya. Begitu juga sebaliknya kedewasaan dan kekanakan perasaan seseorang mampu menekan kedewasaan dan kekanakan pemikirannya, begitu yang ditulis Anis Matta dalam tulisannya yang saya baca.
Ada baiknya menjadi koreksi diri bagi saya, anda dan kita semua tentang masalah kedewasaan ini. Baik kedewasaan dalam bersikap maupun kedewasaan dalam berpikir. Kalau tiap dari kita adalah seorang da’i, maka apa sebenarnya tujuan kita sebagai da’i dalam lintasan peradaban ini? Uang, kekuasaan, jabatan, wanita atau yang lain? maka perlu menjadi perhatian bersama, bahan muhasabah sehari-hari kita atas apa yang telah kita lakukan. Sudah seberapa dewasa kita dalam bersikap ataupun berpikir.
Dan kegembiraan-kegembiraan yang kita rasakan sebagai seorang da’i tentunya adalah sebuah wujud kedewasaan ketika apa yang kita citakan tercapai sekalipun bukan kita kemudian yang menguasainya, terserahlah siapapun yang memegangnya asal tujuan dan tugas kita sebagai seorang da’i dapat terwujud. Bukan kegembiraan politikus yang kemudian dalam mewujudkan tujuannya harus karena kontribusi tunggal dari dirinya dan ketika telah terwujud maka ia harus menguasainya.
Nah, lantas untuk menuju kedewasaan tentunya butuh keseimbangan dalam berpikir maupun bertindak. Karena tanpa keseimbangan tersebut kedewasaan hanya akan selalu menjadi utopia yang takkan pernah terwujud.
***
0 komentar:
Posting Komentar