Bulan ini semua Puasa,
Anak kecil, remaja, pria, wanita, orang tua,
Yang berakal semua puasa,
Bahkan setan-setanpun berpuasa dari pekerjaan
Sehari-harinya,,
Kalau ada orang yang tetap bersikeras melakukan
Pelanggaran seperti biasanya,
Mengumbar hawa nafsunya dan tindakan sesukanya,
Pastilah karena ruh setaniyah sudah benar merasuk
Dalam dirinya,,
Mereka yang berakal harusnya mampu menjadi
Manusia puasa di sisi rekan-rekannya yang lebih memilih
Menjadi manusia kenduri,
Karena makhluk paling mulia di sisi Tuhan tentulah
Manusia puasa,
Sebuah hidangan terbaik yang bisa kita sajikan pada Tuhan,
Hanya manusia puasa yang bisa merasakan
Nikmatnya berbuka,
Hanya mereka yang mengalami keterpisahan
Yang bisa merasakan Nikmatnya Kebersamaan
Hanya itu kata-kata yang mampu kutuliskan untuk
Orang yang benar-benar aku Cintai
(my room, 310809, 6.26)
Continue reading...
Senin, 31 Agustus 2009
Kamis, 13 Agustus 2009
Seperti Hidup Kembali,,
Kau temukan aku..
Ketika ku rapuh..
Terdampar membisu seperti debu
Matahari..
Seakan tak lagi..
Menyinari hati sepi ini..
Kau temukan aku ketika aku jatuh
Terhempas membisu terbalut pilu
Matahari seakan tak lagi..
Menyinari hati sepi ini
Luka tertinggal dihati..
Terlalu dalam untuk pergi..
Melumpuhkan seluruh hidupku..
Hidupku..
Beri aku cinta..
Beri aku rasa..
Agar aku bisa seperti dirimu..
Beri aku sentuhmu..
Beri aku rindumu..
Agar aku bisa..
Seperti hidup kembali..
Kau nyalakan cahaya hati..
Yang telah mati..
Kau terangi gelap dihati..
Bangkitkan jiwaku..
Dari mimpi burukku..
download lagunya disini
Senin, 10 Agustus 2009
3 Tahun Belakangan Ini,,
Malam tadi sambil menunggu pesan singkat dari seseorang, saya mendapatkan sebuah pesan dari teman saya. Teman satu ini banyak menginspirasi saya dalam kehidupan kampus saya. Secara fisik tak ada yang terlalu istimewa darinya hanya saja kepercayaan diri serta tekadnya menjadikan tampilan fisiknya itu tak lagi menjadi penting. Ya, saya menghormatinya dengan sangat.
Isi pesan singkat yang dikirimkan pada saya dan teman yang lain tentunya (salah satu cara untuk menghabiskan bonus sms) adalah :
Langsung ada yang menohok seketika saat saya membaca pesan ini. 3 tahun rasanya cepat berlalu, baru kemarin rasanya mengalami OSPEK dan sekarang hanya tinggal 12 hari lagi saya memiliki status sebagai mahasiswa. Kehidupan kampus akan segera berakhir dan kehidupan sesunguhnya akan segera dimulai, sebuah Universitas Kehidupan yang sangat luas. 3 tahun di kampus saat ini adalah laboratorium, tempat uji coba untuk masuk ke universitas kehidupan. Semuanya akan diuji, akan menjadi apakah setelah tamat kuliah, menjadi mutiara atau sampah.
Nostalgia semasa kuliah rasanya kembali berputar dalam ingatan saya saat itu. Ya, kampus itu telah memberikan saya berjuta warna baru bagi kehidupan saya. Di kampus itu saya bertransformasi menjadi orang yang berbeda dari saat saya sekolah dulu. Dan proses transformasi ini saya anggap sebagai sebuah keberhasilan dari kenaikan mutu hidup saya sebagai seorang manusia. Karena kalau selama 3 tahun ini tak ada perubahan berarti dalam diri saya maka pastilah kegagalan akan mewarnai kehidupan saya selanjutnya.
Banyak hal terjadi di kampus itu, suka, duka, marah, benci, cinta, orasi, retorika, organisasi, teman, rival, sahabat, keluarga dan banyak lagi lainnya.
Terlalu banyak yang ditanamkan sehingga tak ingin rasanya kehilangan, karena akan terlalu banyak yang harus hilang kalau itu sampai terjadi. Kalau pun harus berpisah saya tak ingin kehilangan. Biarlah rasa itu tetap seperti ini.
Saya mencintai semuanya..
Continue reading...
Isi pesan singkat yang dikirimkan pada saya dan teman yang lain tentunya (salah satu cara untuk menghabiskan bonus sms) adalah :
“Selamet ya bro,
12 hr lg uda gak jd mhs da jd amd.
Kalo dpt info gawe atw usha jarngan
jangn puts”
12 hr lg uda gak jd mhs da jd amd.
Kalo dpt info gawe atw usha jarngan
jangn puts”
Langsung ada yang menohok seketika saat saya membaca pesan ini. 3 tahun rasanya cepat berlalu, baru kemarin rasanya mengalami OSPEK dan sekarang hanya tinggal 12 hari lagi saya memiliki status sebagai mahasiswa. Kehidupan kampus akan segera berakhir dan kehidupan sesunguhnya akan segera dimulai, sebuah Universitas Kehidupan yang sangat luas. 3 tahun di kampus saat ini adalah laboratorium, tempat uji coba untuk masuk ke universitas kehidupan. Semuanya akan diuji, akan menjadi apakah setelah tamat kuliah, menjadi mutiara atau sampah.
Nostalgia semasa kuliah rasanya kembali berputar dalam ingatan saya saat itu. Ya, kampus itu telah memberikan saya berjuta warna baru bagi kehidupan saya. Di kampus itu saya bertransformasi menjadi orang yang berbeda dari saat saya sekolah dulu. Dan proses transformasi ini saya anggap sebagai sebuah keberhasilan dari kenaikan mutu hidup saya sebagai seorang manusia. Karena kalau selama 3 tahun ini tak ada perubahan berarti dalam diri saya maka pastilah kegagalan akan mewarnai kehidupan saya selanjutnya.
Banyak hal terjadi di kampus itu, suka, duka, marah, benci, cinta, orasi, retorika, organisasi, teman, rival, sahabat, keluarga dan banyak lagi lainnya.
Terlalu banyak yang ditanamkan sehingga tak ingin rasanya kehilangan, karena akan terlalu banyak yang harus hilang kalau itu sampai terjadi. Kalau pun harus berpisah saya tak ingin kehilangan. Biarlah rasa itu tetap seperti ini.
Saya mencintai semuanya..
***
Minggu, 09 Agustus 2009
OSPEK itu Ujian Komitmen,,
Sudah beberapa hari ini saya selalu ditagih untuk menulis. Salah saya juga sepertinya karena sejatinya saya sendiri yang berjanji. Jadilah saya selalu diteror karenanya, terutama oleh Noe. Anak kecil ini hampir tiap hari bahkan tiap pesan singkatnya selalu menyisipkan pertanyaan yang serupa ancaman bagi saya.
Tema tulisan yang saya janjikan adalah seputar OSPEK. Kegiatan yang merupakan warisan zaman Belanda ini sampai sekarang masih terus menjadi kontroversi, bagi mereka mahasiswa pengusung nilai-nilai kesamaan maka Ospek yang mereka rasakan harus juga dirasakan oleh mahasiswa baru berikutnya. Lain lagi dengan mahasiswa pengusung hak azasi, bagi mereka kegiatan ini sungguh sangat tidak manusiawi.
Bagi saya sendiri, kedua model mahasiswa ini sudah pernah saya jalani. Sebagai pengusung hak Azasi dan pengusung prinsip kesamaan. Tak ada yang salah dan tak pula ada yang benar. Karena kebenaran hakiki hanya ada di langit, di bumi kebenaran itu hanya serupa semburat sinar saja dari langit yang ketika sampai di Bumi semua kadang hanya semu belaka.
Suka atau tidak, Ospek merupakan kegiatan yang harus ada. Karena ia merupakan gerbang awal seorang mahasiswa untuk mengenal dunia kampusnya. Banyak hal menarik, kenangan-kenangan tak terlupakan, teman, sahabat bahkan pacar bisa bermula dari sini. Tapi itu sedikit kesenangan saja, karena kesenangan ini ternyata harus dibayar mahal dengan kegiatan perpeloncoan.
Nah, untuk kegiatan satu ini, saya yakin tak ada orang yang ingin mengalaminya 2 kali. Tapi untuk melakukan kegiatan ini maka banyak orang yang ingin berkali-kali. Lantas apa saja biasanya bentuk perpeloncoan ini? Bentakan, makian, dan hinaan itu biasa. Kalau sedang sial, kekerasan fisik pun bukan tak mungkin menimpa. Perbuatan-perbuatan bodoh yang kadang tak masuk akal pun seringkali diperintahkan agar dilakukan, hanya untuk sekedar lucu-lucuan. Tapi betapapun tak masuk akalnya tetap saja hal itu dilakukan, lebih karena perasaan takut atau rasa menghormati senior saja.
Rasanya pastilah sangat tidak menyenangkan. Tapi watak perpeloncoan memang seperti itu, disukai atau tidak dia tetap harus ada. Anggap saja sebagai latihan, karena hidup memang tak bisa lepas dari yang namanya perpeloncoan. Perpeloncoan bukan sekedar tradisi balas dendam dari senior pada juniornya. Kalau kita pahami maknanya maka perpeloncoan merupakan sebuah ujian bagi sebuah komitmen. Bahwa kehidupan kampus itu keras pastinya. Untuk yang ingin benar-benar menjadi mahasiswa maka pekerjaannya bukan hanya sekedar belajar akademik saja, tapi ada kewajiban untuk riset dan pengabdian pada masyarakat. Karena ketika fokusnya hanya pada akademik dan mengabaikan yang lainnya maka apa bedanya dengan dulu ketika masih jadi pelajar.
Jadi perpeloncoan benar-benar merupakan sebuah ujian komitmen para mahasiswa baru untuk mengarungi kehidupan kemahasiswaannya.
Tentu saja harus ada perbaikan ke depannya agar perpeloncoan lebih rasional, maksudnya sekalipun ingin mengerjai maka harus masuk akal. Tidak boleh membodohi, karena tentu saja hal itu tidak mendidik sama sekali. Kalau ingin lucu-lucuan tapi tak mendidik tonton saja tawa sutra itu. Saya termasuk orang yang paling tak suka dibodohi, apalagi ketika ternyata orang yang membodohi saya itu tak lebih pintar dari saya. Ini yang terjadi ketika saat saya di pelonco dulu, senior yang mengerjai saya itu ternyata mengulang mata kuliah dan belajar bersama di kelas saya. Akhirnya, rasa menghormati senior yang harusnya ada itu hilang begitu saja. “Lha, pantesan aja guyonannya bodo, wong orangnya juga bodo” pikir saya saat itu.
Continue reading...
Tema tulisan yang saya janjikan adalah seputar OSPEK. Kegiatan yang merupakan warisan zaman Belanda ini sampai sekarang masih terus menjadi kontroversi, bagi mereka mahasiswa pengusung nilai-nilai kesamaan maka Ospek yang mereka rasakan harus juga dirasakan oleh mahasiswa baru berikutnya. Lain lagi dengan mahasiswa pengusung hak azasi, bagi mereka kegiatan ini sungguh sangat tidak manusiawi.
Bagi saya sendiri, kedua model mahasiswa ini sudah pernah saya jalani. Sebagai pengusung hak Azasi dan pengusung prinsip kesamaan. Tak ada yang salah dan tak pula ada yang benar. Karena kebenaran hakiki hanya ada di langit, di bumi kebenaran itu hanya serupa semburat sinar saja dari langit yang ketika sampai di Bumi semua kadang hanya semu belaka.
Suka atau tidak, Ospek merupakan kegiatan yang harus ada. Karena ia merupakan gerbang awal seorang mahasiswa untuk mengenal dunia kampusnya. Banyak hal menarik, kenangan-kenangan tak terlupakan, teman, sahabat bahkan pacar bisa bermula dari sini. Tapi itu sedikit kesenangan saja, karena kesenangan ini ternyata harus dibayar mahal dengan kegiatan perpeloncoan.
Nah, untuk kegiatan satu ini, saya yakin tak ada orang yang ingin mengalaminya 2 kali. Tapi untuk melakukan kegiatan ini maka banyak orang yang ingin berkali-kali. Lantas apa saja biasanya bentuk perpeloncoan ini? Bentakan, makian, dan hinaan itu biasa. Kalau sedang sial, kekerasan fisik pun bukan tak mungkin menimpa. Perbuatan-perbuatan bodoh yang kadang tak masuk akal pun seringkali diperintahkan agar dilakukan, hanya untuk sekedar lucu-lucuan. Tapi betapapun tak masuk akalnya tetap saja hal itu dilakukan, lebih karena perasaan takut atau rasa menghormati senior saja.
Rasanya pastilah sangat tidak menyenangkan. Tapi watak perpeloncoan memang seperti itu, disukai atau tidak dia tetap harus ada. Anggap saja sebagai latihan, karena hidup memang tak bisa lepas dari yang namanya perpeloncoan. Perpeloncoan bukan sekedar tradisi balas dendam dari senior pada juniornya. Kalau kita pahami maknanya maka perpeloncoan merupakan sebuah ujian bagi sebuah komitmen. Bahwa kehidupan kampus itu keras pastinya. Untuk yang ingin benar-benar menjadi mahasiswa maka pekerjaannya bukan hanya sekedar belajar akademik saja, tapi ada kewajiban untuk riset dan pengabdian pada masyarakat. Karena ketika fokusnya hanya pada akademik dan mengabaikan yang lainnya maka apa bedanya dengan dulu ketika masih jadi pelajar.
Jadi perpeloncoan benar-benar merupakan sebuah ujian komitmen para mahasiswa baru untuk mengarungi kehidupan kemahasiswaannya.
Tentu saja harus ada perbaikan ke depannya agar perpeloncoan lebih rasional, maksudnya sekalipun ingin mengerjai maka harus masuk akal. Tidak boleh membodohi, karena tentu saja hal itu tidak mendidik sama sekali. Kalau ingin lucu-lucuan tapi tak mendidik tonton saja tawa sutra itu. Saya termasuk orang yang paling tak suka dibodohi, apalagi ketika ternyata orang yang membodohi saya itu tak lebih pintar dari saya. Ini yang terjadi ketika saat saya di pelonco dulu, senior yang mengerjai saya itu ternyata mengulang mata kuliah dan belajar bersama di kelas saya. Akhirnya, rasa menghormati senior yang harusnya ada itu hilang begitu saja. “Lha, pantesan aja guyonannya bodo, wong orangnya juga bodo” pikir saya saat itu.
***
Kamis, 06 Agustus 2009
KETIKA “SANG MUNAFIK” BEKERJA
Kemarin saya baru saja menonton sebuah reality show yang sungguh sangat tidak bermutu. Acara televisi dari hari ke hari makin tak mendidik saja rasanya, sampai reality show seperti ini pun diputar juga. Ada sedikit perubahan dari acara reality show ini dari yang biasanya. Kalau biasanya menggunakan sistem investigasi maka kali ini formatnya berada dalam studio. Tapi permasalahan yang dibahas tetap saja masalah cinta.
Tingkah laku orang-orang ini, yang membuka aibnya di depan umum sungguh memalukan. Ingin rasanya memaki kalau perlu memukuli orang yang terlibat dalam acara tersebut saking bencinya saya pada apa yang mereka lakukan.
Sekarang mari saya ceritakan ulang betapa bodoh dan noraknya orang-orang ini. Ceritanya bermula tentang laporan adanya permasalahan entah dari pasangan tak resmi (pacar.red) atau dari sahabatnya sendiri kurang tahu juga karena saya menontonnya saat pertengahan. Yang pasti ketika itu mereka terlibat adu mulut. Si tersangka sedang marah karena sahabatnya sendiri ternyata mengkhianati dengan menceritakan perilakunya pada pacarnya. Dia menuduh kalau sahabatnya itu berbohong padanya, tapi yang sebenarnya si sahabat ini hanya dendam karena pacarnya direbut si tersangka ini. Sementara diantaranya pacar si tersangka sudah menangis dengan tersedu-sedu.
Keadaan makin runyam, si tersangka makin tersudut ketika si sahabat membawa pacarnya untuk memberikan kesaksian. Lalu muncul pula pasangan tak resmi (pacarlagi.red) yang tentu saja makin memojokkan si tersangka ini. Wajahnya sudah pucat pasi, keadaanyya saat ini sudah seperti maling yang tertangkap basah oleh warga, bedanya yang memergokinya saat ini adalah jutaan pasang mata masyarakat Indonesia. Saya prediksikan keadaannya saat itu pastilah lebih parah dari maling yang dipergoki warga tersebut. Dipukuli secara fisik memang tidak, tapi dipukuli secara psikis hingga malu seperti itu pasti efeknya lebih parah ketimbang maling tadi.
Dan akhirnya, si sahabat tadi mengeluarkan kartu truf nya dengan mengatakan bahwa si tersangka adalah simpanan tante-tante. Haha, dan tentu saja ini sudah merupakan pukulan yang sangat telak untuk membuat mental si tersangka ini jatuh di dasar yang dalam sekali.
Sepanjang pertunjukan ini saya terus memaki orang-orang ini, mengomentari betapa bodohnya orang-orang ini dan mengkritisi serta menuntut agar acara ini baiknya dihilangkan saja karena tak mendidik sama sekali. Tapi perlahan dalam memaki itu saya kembali melihat diri sendiri, kalau saya memang tak suka kenapa saya bisa terus menonton acara ini walaupun sambil memaki, kalau saya anggap orang –orang ini bodoh karena membuka aibnya sendiri maka pastinya saya lebih bodoh lagi karena menonton acara bodoh ini, kalau saya menuntut untuk menghapus acara ini, kenapa saya terus menonton dan menikmati.
Akhirnya saya sadari saya tak semulia itu, kalau hanya untuk sekedar masalah acara tak berkualitas saja saya bisa munafik seperti ini pastilah saya hanya seorang yang suka berpura-pura mulia di hadapan forum mulia.
Ah, baru sebatas ini ternyata perjalanan kehidupan spiritual saya..
Continue reading...
Tingkah laku orang-orang ini, yang membuka aibnya di depan umum sungguh memalukan. Ingin rasanya memaki kalau perlu memukuli orang yang terlibat dalam acara tersebut saking bencinya saya pada apa yang mereka lakukan.
Sekarang mari saya ceritakan ulang betapa bodoh dan noraknya orang-orang ini. Ceritanya bermula tentang laporan adanya permasalahan entah dari pasangan tak resmi (pacar.red) atau dari sahabatnya sendiri kurang tahu juga karena saya menontonnya saat pertengahan. Yang pasti ketika itu mereka terlibat adu mulut. Si tersangka sedang marah karena sahabatnya sendiri ternyata mengkhianati dengan menceritakan perilakunya pada pacarnya. Dia menuduh kalau sahabatnya itu berbohong padanya, tapi yang sebenarnya si sahabat ini hanya dendam karena pacarnya direbut si tersangka ini. Sementara diantaranya pacar si tersangka sudah menangis dengan tersedu-sedu.
Keadaan makin runyam, si tersangka makin tersudut ketika si sahabat membawa pacarnya untuk memberikan kesaksian. Lalu muncul pula pasangan tak resmi (pacarlagi.red) yang tentu saja makin memojokkan si tersangka ini. Wajahnya sudah pucat pasi, keadaanyya saat ini sudah seperti maling yang tertangkap basah oleh warga, bedanya yang memergokinya saat ini adalah jutaan pasang mata masyarakat Indonesia. Saya prediksikan keadaannya saat itu pastilah lebih parah dari maling yang dipergoki warga tersebut. Dipukuli secara fisik memang tidak, tapi dipukuli secara psikis hingga malu seperti itu pasti efeknya lebih parah ketimbang maling tadi.
Dan akhirnya, si sahabat tadi mengeluarkan kartu truf nya dengan mengatakan bahwa si tersangka adalah simpanan tante-tante. Haha, dan tentu saja ini sudah merupakan pukulan yang sangat telak untuk membuat mental si tersangka ini jatuh di dasar yang dalam sekali.
Sepanjang pertunjukan ini saya terus memaki orang-orang ini, mengomentari betapa bodohnya orang-orang ini dan mengkritisi serta menuntut agar acara ini baiknya dihilangkan saja karena tak mendidik sama sekali. Tapi perlahan dalam memaki itu saya kembali melihat diri sendiri, kalau saya memang tak suka kenapa saya bisa terus menonton acara ini walaupun sambil memaki, kalau saya anggap orang –orang ini bodoh karena membuka aibnya sendiri maka pastinya saya lebih bodoh lagi karena menonton acara bodoh ini, kalau saya menuntut untuk menghapus acara ini, kenapa saya terus menonton dan menikmati.
Akhirnya saya sadari saya tak semulia itu, kalau hanya untuk sekedar masalah acara tak berkualitas saja saya bisa munafik seperti ini pastilah saya hanya seorang yang suka berpura-pura mulia di hadapan forum mulia.
Ah, baru sebatas ini ternyata perjalanan kehidupan spiritual saya..
***
Langganan:
Postingan (Atom)