Kamis, 30 Juli 2009

KAMU BERAPA SEJAM?

Akhir-akhir ini pertanyaan semacam ini sering saya pertanyakan pada teman-teman terdekat saya. “Kamu Berapa Sejam?” Tanggapannya bermacam-macam, ada yang sambil bercanda, sewot dan menganggap kurang ajar, pura-pura tak mengerti, memandang dengan ekspresi jijik dan lainnya, yang pasti dari seluruh reaksi semuanya bersifat negatif. Hanya ada satu teman saya yang langsung menjawab dengan senang hati. Haha, anak ini memang berbeda.

Rasanya tak ada yang salah dengan pertanyaan ini. Ia serupa saja dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya, positif atau negatif tergantung bagaimana cara memandangnya saja. Tapi dari reaksi yang diberikan teman-teman saya hanya satu jawaban yang bisa disimpulkan. Ini pertanyaan negatif.

Dan karena ini pertanyaan negatif maka reaksi seperti itu sah saja diberikan. Masih untung tidak sampai ditampar atau ditendang. Tapi dalam hati, bukan reaksi semacam ini sebenarnya yang saya harapkan. Saya mengharapkan jawaban yang lebih positif.

Bagi saya sendiri pertanyaan ini menyadarkan kita bahwa selama ini kita kerap kali memberikan harga yang begitu murah pada waktu yang kita miliki. Time Value Of Yourself (TVoY), adalah kemampuan untuk menentukan seberapa mahal kita menghargai waktu yang dimiliki sehingga menyayangkan penggunaannya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Rendahnya penghargaan terhadap TVoY mengakibatkan banyak waktu yang terbuang sia-sia hanya untuk melakukan hal-hal yang tidak produktif sama sekali. Kurangnya menghragai waktu ini juga menyebabkan sulitnya bangsa ini untuk maju.

Lihat saja, bagaimana mau maju, kalau pegawai yang ngurus negerinya (baca: PNS) bolos melulu, bagaimana mau bersaing kalau jam kerja sudah pada nangkring. Begitu murahnya kita menghargai waktu yang dimiliki membuat kita cenderung menjadi orang yang berleha-leha dalam menjalani kehidupan.

Waktu yang sebegitu pentingnya malah sering kita anggap remeh sama sekali. Padahal Tuhan saja, pemilik segala, ketika bersumpah ia menggunakan waktu. “Demi waktu”. Kita, yang kerap kali membawa nama Tuhan dalam bersumpah ternyata seringkali menyia-nyiakan waktu. Benda yang disebut oleh Tuhan itu.

Dan kalau pada akhirnya kita terus merugi karena si waktu, jangan sesali karena janji Tuhan memang begitu.

Continue reading...

Kamis, 23 Juli 2009

KETIKA SAYA INGIN TINDIK

Tindik atau body piercing adalah seni melubangi bagian tubuh, biasanya dilakukan di telinga, hidung, lidah, bibir atau bagian lainnya. Dulu, kegiatan ini dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Menyerupai perempuan adalah dosa katanya. Tapi saat ini, ia seperti telah menjadi trend saja. Tak hanya penjahat, biang masalah yang kerap melakukan piercing pada tubuhnya tapi artis pun banyak. Atau artis dan biang masalah itu sama saja sebenarnya? Ah, saya tak terlalu paham tentang itu. Masalah tindik ini saya punya cerita sendiri tentangnya. Begitu membekasnya ia dalam ingatan saya hingga sulit sekali rasanya untuk melupakannya begitu saja.

Kejadiannya pada saat saya masih STM dulu, waktu itu saya sedang melaksanakan magang. Perusahaan tempat saya magang adalah perusahaan dengan jumlah anak magang paling ramai. Tak hanya dari STM tempat saya saja, tapi juga dari luar daerah seperti Bangkinang, Pekanbaru dan Padang. Sebuah pemandangan yang lebih terlihat seperti sebuah pemanfaatan.

Ada satu orang teman magang saya yang menarik perhatian saya saat itu. Dia teman yang berasal dari STM Padang. Wajahnya biasa saja kalau tak ingin untuk disebut parah. Yang menarik bagi saya pada saat itu adalah tindikan di telinganya. Tindikan itu sederhana saja sebenarnya, ia tidak dihiasi dengan anting yang begitu mahal harganya dan begitu keren bentuknya. Hanya sebuah anting bulat berwarna hitam biasa. Tapi entah kenapa hal ini menimbulkan keinginan saya untuk memiliki tindik juga di telinga saya.

Lama saya amati teman saya yang satu ini, hingga akhirnya saya tak tahan untuk menceritakan keinginan saya untuk tindik pada teman yang lain. seorang Kakak kelas saya, jauh di atas saya, saat itu dia sudah kerja disana. Mulanya sebelum saya menceritakan keinginan saya, saya memancingnya dulu dengan obrolan ringan seputar tindik.

“anak itu keren bang ya” kata saya padanya

“emang kenapa” jawabnya

“tindikannya itu, abang ga tindik?” tanya saya

Dan jawaban selanjutnya benar-benar mengubah seketika keinginan saya tersebut.

“Tindik itu cuman buat orang-orang ganteng” jawabnya sambil lalu

“??? Maksudnya???” saya bingung

“Ya, dengan tindik itu, orang – orang ganteng itu ingin menonjolkan kegantengannya. Ada sesuatu yang menarik pada diri mereka dan tindik itu adalah umpannya. Nah, kalo dia. udah kayak gitu, tindik pula. Itu bunuh diri namanya, menonjolkan kejelekannya sendiri. Rasanya tak ada yang lebih bodoh dibandingkan memperlihatkan keburukan sendiri”

Saya diam mendengar jawaban itu.

“Kenapa? Mau tindik?” tanyanya.

“Ga, nanya aj” elak saya

Semenjak itu, keinginan untuk tindik atau melakukan apapun pada diri ini saya hilangkan sama sekali. Tentu saja saya sangat sadar bahwa saya tak masuk dalam golongan orang-orang ganteng itu. Betapa menghargai apa yang telah diberikan adalah sebuah keharusan. Namun seringkali kita melakukan sesuatu yang terlalu memaksakan hingga akhirnya hanya membuka aib dan kebodohan sendiri.

***

Continue reading...

Birokrasi

pelayanan
salaman
uang
setoran
giro
relasi
rekening sendiri
arsip
laporan fiktif
dengan data-data tahun-tahun lalu mengutip
prioritas departemen sesaat
buta mata buta hati
atau dibutakan
atau memaksakan diri jadi buta
aku ingin muntah!

(lupa ngutip dari mana.. sori) Continue reading...

Rasa di Pagi Hari,,

Ini sekedar tulisan pembuka di hari ini. Tak jelas juga sebenarnya mau nulis apa, hanya saja rasanya ada sesuatu yang mendorong untuk menulis pagi ini. Jadi kalau mengharapkan sesuatu yang bermanfaat dari tulisan ini maka saya sarankan untuk berhenti sekarang juga, daripada anda menyesal nantinya.

Cuaca di Batam masih seperti biasa, tak menentu. kemarin hujan turun deras sekali pagi-pagi. Tapi hari ini, matahari sudah bersinar ceria. mudah-mudahan seperti ini terus hingga nanti sore. Dari kemarin ketemu dengan temen-temen panitia perpisahan angkatan 2006 di facebook, pertanyaannya selalu sama. "Kapan ke kampus?, bayar uang perpisahan." haha, saya janjikan saja hari ini. Hormat saya untuk teman-teman yang dengan sangat serius menggarap acara perpisahan ini.

3 tahun bersama rasanya tak terasa, dan sekarang semua harus memulai kehidupannya masing-masing. membangun catatan sejarahnya. "Akhirnya kita jalan masing-masing" kata teman saya. heh, kalo dipikir benar juga, hampir selalu bersama baik dalam organisasi maupun menghadapi rintangan akademik.

Ya, perpisahan itu akan segera tiba. semoga bisa sukses semuanya..
Continue reading...

Rabu, 22 Juli 2009

Logo nP (revisi)

Continue reading...

Senin, 20 Juli 2009

To Love You More,,

Take me back into the arms I love
Need me like YOU did before
Touch me once again
And remember when
There was no one that YOU wanted more

Don't go YOU know YOU will break my heart
she won't love YOU like I will
I'm the one who'll stay
When she walks away
And YOU know I'll be standing here still

I'll be waiting for YOU
Here inside my heart
I'm the one who wants to love YOU more
Can't YOU see I can give YOU
Everything YOU need
Let me be the one to love YOU more

See me as if YOU never knew
Hold me so YOU can't let go
Just believe in me
I will make YOU see
All the things that YOUR heart needs to know

I'll be waiting for YOU
Here inside my heart
I'm the one who wants to love YOU more
Can't YOU see I can give YOU
Everything YOU need
Let me be the one to love YOU more

And some way all the love that we had can be saved
Whatever it takes we'll find a way

Believe in me
I will make YOU see
All the things that your heart needs to know

I'll be waiting for YOU
Here inside my heart
I'm the one who wants to love YOU more
You will see I can give YOU
Everything you need
Let me be the one to love YOU more Continue reading...

Sabtu, 18 Juli 2009

PENGHUNI BARU ITU

Akhir – akhir ini rumah saya kedatangan penghuni baru. Penghuni baru yang awalnya tak pernah saya perhatikan sama sekali. Kedatangannya hampir bersamaan dengan kepulangan ayah saya. Kebetulan, ah tak mungkin, katanya tak ada yang namanya kebetulan. Tapi rasanya semenjak renovasi rumah saya selesai penghuni baru tersebut makin banyak saja di rumah saya.

Saya bukan orang yang terlalu menyukai penghuni baru ini, tapi saya pun tidak membencinya. Bagi saya hewan ini hanya simbol kemalasan saja. Setiap hari kerjanya tidur-tiduran, minta dibelai dan mengeong minta makan. Ya, kucing-kucing kampung itu jadi banyak berkumpul di rumah saya belakangan ini, hanya sekedar untuk tidur-tiduran, dibelai atau meminta diberikan makanan sisa.

Dari sekian banyak kucing yang beredar di rumah saya, yang paling setia menunggui adalah kucing belang jingga dengan warna dasar putih ini. Sampai tulisan ini saya ketik kucing itu kami namai maria. Pilihan lainnya saphira ditolak, sedang nama usulan saya yang paling pertama dieliminasi. Padahal saya rasa “si Bodoh” itu nama yang cukup seksi.

Kucing ini sehari-hari kerjanya hanya tidur-tiduran saja. Kalau tak di keset depan rumah maka di ember berisikan karung yang ada di dekat pintu dapur. Tidur seharian, dan hanya bergerak ketika makanan diberikan. Makan, tidur, makan lagi mewah sekali hidup si kucing ini. Rezeki tiap makhluk memang sudah ada yang mengatur, bahkan untuk kucing yang begini pemalas pun ia masih bisa selalu kenyang dan tak terancam kelaparan.

Dari sekian banyak orang di rumah saya, Ayah saya adalah yang paling perhatian untuk urusan memberi makan kucing ini. Mulanya ia hanya mengumpulakan sisa-sisa makanan, kalau ikan maka tulang dan kepalanya adalah bagian untuk kucing ini, begitupun makanan lainnya. tak ada sisa yang tak diperuntukkan bagi kucing satu ini. Lama mendapat sisa, sekarang ini ada yang bertambah bagi menu si kucing ini. Kali ini tak sekedar sisa, ia bertambah menjadi nasi dan lauk sisa, hingga kami menyebutnya “nasi kucing” yang in benar-benar nasi untuk kucing.

Sekarang tiap kami selesai makan maka ada pesan yang selalu diteriakkan “sisanya jangan dibuang ke tempat sampah, kumpulin buat kucing”. Dan begitu sisanya sudah terkumpul maka ayah saya pun segera menyiapkan nasi kucing untuk diberikan ke peliharaan barunya itu.

Kehadiran kucing tersebut di rumah saya itu menyadarkan saya untuk mengagumi ayah saya akan kasih sayangnya. Terlalu jarang bertemu membuat saya seakan terlupa dengan salah satu orang yang paling penting dalam hidup saya ini. Terhadap kucing saja ia bisa begitu perhatiannya, kenapa saya tak pernah sadar akan kasih sayangnya itu selama ini. Kalau hanya cukup lewat kucing kampung ini saya tersadar akan sesuatu yang begini pentingnya pastilah kucing ini lebih mahal dari angora atau jenis kucing mahal lainnya.

***

Continue reading...

Rabu, 15 Juli 2009

Ini (bukan) Tulisan Cinta,,


Sampai hari ini, perlahan saya mulai mengenali diri. Pelan-pelan saya makin jelas tentang bagaimana saya selama ini. Rasanya ingin tertawa saja kalau ternyata apa yang saya lakukan selama ini bukan karena apa yang banyak orang lain bayangkan tentang saya. Melakukan penipuan, entahlah tapi rasanya bukan. Saat itu saya hanya belum mengenali kualitas diri saja.

Kalau sampai hari ini saya boleh mengklaim sendiri prestasi bagi diri ini, maka saya yang belum pernah berpacaran hingga saat ini mungkin bisa dijadikan salah satu rekor terbaik saya, salah satu prestasi saya. Bukan karena tak pernah jatuh cinta, tapi karena terlalu seringnya saya jatuh cinta.

Mulai dari SD saya sudah mencintai teman sekelas saya. Dan ini terus berlanjut hingga SMP, kemudian saat SMK dan hingga kini dari semester pertama hingga terakhir kuliah. Terhadap teman-teman wanita yang saya kenal selama bersekolah sulit bagi saya untuk tidak jatuh cinta. Terlalu lemah rasanya untuk tidak jatuh pada jebakan yang begitu sering hanya terlihat indah di luar namun banyak hal mematikan di dalamnya.

Tapi, mudahnya saya jatuh cinta tak berbanding lurus dengan mudahnya saya mengungkapkan cinta. Persoalan mengungkapkan cinta ini adalah persoalan yang sangat rumit dan sulit bagi saya. Ia serupa dengan pertaruhan harga diri. Dan saya bukan orang yang cukup kuat untuk malu menanggung luka pada harga diri ini. Lebih baik mati saja rasanya daripada harus menanggung malu seperti itu. Tapi persoalan bunuh diri ini pun bukan persoalan gampangan. Saya masih kerap belum siap untuk mati dengan cara seperti itu.

Jadilah selama ini, ekspresi cinta saya hanya saya lakukan di alam imajinasi. Ia lebih aman, lebih murah, dan lebih mudah. Saya bisa bebas kapan saya ingin mencintai, kapan saya ingin berhenti dan kapan mencintai lagi. Lebih aman pula karena saya bisa mencintai dua orang atau lebih tanpa harus mendapatkan siraman di muka seperti yang kerap diperlihatkan reality show saat ini. Lebih murah tentu saja karena mencintai dalam imajinasi tak perlu repot-repot menghabiskan ongkos untuk sekedar nonton, jalan atau makan.

rekor yang saya bukukan bukan karena kepatuhan saya terhadap nilai-nilai dan ajaran agama, saya bisa saja sering ngomong panjang lebar tentang larangan pacaran di depan orang, tapi kualitas diri saya bukan pada tahapan itu. Bukan karena kepatuhan itu. Lebih pada rasa malu saya, malu pada diri sendiri itu.

Dan tentu saja saya tak ingin membatasi diri untuk tidak jatuh cinta, karena cinta itu perlu bagi saya untuk menciptakan kedamaian dalam diri ini, menumbuhkan semangat kembali setiap hari. Maka untuk itu rasanya saya perlu lebih luas lagi dalam hal jatuh cinta ini, agar segala apa yang saya lakukan bisa selalu menggelora dan selalu luar biasa. Mungkin pada anak jalanan yang sibuk berjualan koran itu, ibu-ibu perkasa yang berjualan makanan menghidupi anak-anaknya atau siapapun orang yang saya temui di jalan.

***

Continue reading...

Sabtu, 11 Juli 2009

UCAPAN SELAMAT SAYA UNTUK JK

Pemilihan Presiden baru berlalu, menyisakan beberapa cerita, suka, duka, protes dan lainnya. Belum ada penghitungan secara resmi dari KPU selaku penyelenggara tapi pemenangnya sudah dapat dipastikan. Dengan perolehan suara lebih dari 50% maka pilpres kali ini memang hanya akan berjalan satu putaran saja.

Bagi saya sendiri, pemilihan presiden kali ini berlangsung kurang menarik, baik pasangan calonnya, saat kampanye [tak satupun capres-cawapres yang mampir ke Batam], debat, maupun pemilihan.

Dari pasangan calon semuanya adalah orang-orang tua yang sudah lebih baik sebagai penasihat, guru bangsa saja ketimbang mengurusi negara. Kampanye yang dilakukan pun selalu begitu saja, hiburan dangdut, keramaian, kerusuhan, pencopetan. Membosankan. Debat yang 3 kali dilaksanakan KPU semuanya pun sama saja tak menarik sama sekali, selain karena kandidat presidennya yang terlalu menahan diri, moderator yang mamndu debat pun sama saja tuanya. Mereka pintar, tentu saja, tapi tak menarik hal ini tak bisa dipungkiri pula. Heran, kenapa tidak menurunkan Rosiana Silalahi atau provokator lainnya yang selain lebih menarik, biasa tampil di depan publik juga pintar.

Tapi terlepas dari itu semua, saya merasa bangga dengan pilihan saya. Jauh-jauh hari saya sudah pasang dukungan saya baik di blog maupun deklarasikan kemanapun, kepada siapapun. Tak ada yang ideal dan baik sepenuhnya menurut saya, tapi saya merasa banyak kesamaan antara saya dan pilihan saya. Rasanya hal ini yang mendasari saya untuk menjatuhkan pilihan pada pasangan tersebut. Pasangan nomor 3. JUSUF KALLA.

Ini pilihan saya yang paling merdeka, tanpa dipengaruhi atau didikte oleh siapapun untuk memberikan dukungan. Proses yang ke depan akan selalu menjadi pertimbangan saya dalam menentukan pilihan. Tak ada lagi pertimbangan isu-isu keagamaan, suku, atau sejenisnya yang digunakan untuk menentukan pilihan. Mau apapun, asal konkrit kerjanya, tak sekedar bicara, tak normatif maka kepadanyalah saya memberikan dukungan.

Dan dengan pilihan ini, saya merasa bangga karenanya sekalipun kalah dengan perolehan suara paling sedikit. Terbukti, pilihan saya adalah seorang negarawan sejati, seorang yang legowo menerima kekalahannya. Seseorang yang kepalanya bisa tetap tegak karena kebanggaan sekalipun kalah.

Terakhir, selamat untuk Pak Jusuf Kalla. Selamanya anda adalah guru saya.

Guru yang mengajarkan bahwa ada yang lebih penting daripada mengejar kekuasaan.

KEBANGGAN.

***

Continue reading...

GURU KEHARMONISAN

Masalah makanan bukan menjadi sesuatu yang penting untuk saya. Asal lapar saya bisa makan apa saja tanpa peduli bagaimana rasanya. Mulai dari masakan jawa, padang, cina dan lainnya saya rasakan semuanya standar saja, walau ada 1 atau 2 yang menempati tempat spesial di hati saya.

Masakan yang paling saya senangi dulu adalah rendang. Masakan khas padang ini, begitu saja membuat saya jatuh hati padanya. Dulu saat Ibu saya memasak masakan ini saya bisa tambah berkali-kali karenanya. Bagi saya ia adalah makanan favorit saya saat itu. Aromanya yang khas, bentuknya yang menggoda dan rasa pedasnya yang luar biasa yang menjadi daya tarik bagi saya.

Tapi saat ini, masakan tersebut adalah masakan yang paling saya hindari. Bukan karena takut kolesterol, jantung atau penyakit-penyakit lainnya, tapi lebih karena keadaan saat ini sudah tak memungkinkan saya untuk dapat menikmati dengan khidmat masakan tersebut. Rusaknya geraham saya membuat memakan masakan tersebut serupa siksa. Mengunyahnya hingga sempurna adalah sesuatu yang hampir mustahil kini saya lakukan. Hingga jika terpaksa bertemu dengan masakan ini saya hanya mengunyahnya dengan sekedarnya untuk kemudian menelannya langsung. Bukan merupakan cara menikmati makanan yang benar tentunya.

Saya menyukai rendang, tapi bukan yang paling. Karena yang paling saya sukai adalah “Mi Ayam”. Makanan ini sejak SMP hingga saat ini merupakan makanan yang paling saya cari dan selalu ingin saya coba, membandingkan rasnya dari penjual yang satu dengan yang lainnya. Kenapa ia menjadi makanan favorit saya, rasanya lebih sebagai pembalasan dendam. Ketika SD dulu saya hampir tak pernah makan makanan ini sekalipun sangat menginginkannya. Jadilah sejak saat itu saya selalu membayangkan kelezatannya saja. Hingga baru ketika SMP saya berkesempatan menuntaskan dendam tersebut, yang akhirnya menjadi sebuah ritual bagi saya hingga saat ini.

Bicara tentang “Mi Ayam” ini dari yang di pinggir jalan hingga dalam mall telah saya coba, dan yang berbeda jauh memang hanya soal harganya. Entah kenapa, makanan ini ketika masuk mall harganya bisa menjadi 2 kali lipat dari harga semestinya. Padahal yang saya temui hampir sama saja, mi, ayamnya, sawi dan kuahnya, itu saja. Simple. Ternyata ada perbedaan kelas, nilai tambah lain ketika ia berada di pinggir jalan dan ketika berada dalam mall.

Tapi dari semuanya, “Mi Ayam” favorit saya adalah “Mi Ayam PodoMoro”. Mi Ayam ini tak berada di mall, ia hanya berada di sebuah kios pada sebuah pasar dekat rumah saya, Pasar Sukaramai. Kiosnya sederhana saja, hanya ada 2 meja panjang disana dengan kursi dan gerobak mi di depannya. Mi ayamnya yang memang sangat dahsyat, mi yang kenyal, ayam yang seluruhnya daging [beberapa penjual mencampurnya dengan tulang], kuah dengan rasa manis pedas yang luar biasa, “Mi Ayam” paling sempurna untuk selera saya.

Di luar soal rasa ada faktor lain yang membuat saya selalu tertarik untuk datang kesana. Pertama, di dalam kios tersebut pasangan suami-istri paruh baya yang menjual “Mi Ayam” ini selalu memutar Langgam Jawi. Musik dan lagu Jawa ini membuat saya merasakan suasana yang berbeda. Suasana yang membuat saya merasa nyaman meski saya tak tahu apa artinya Langgam Jawi tersebut. Hal yang di kemudian hari baru saya ketahui maksudnya, ternyata mereka memutar itu untuk mengobati kerinduan dan menciptakan suasana yang mirip dengan kampung halamannya di Sragen. Kedua, Pasangan suami-istri ini selalu menyambut seluruh tamunya dengan sambutan yang ramah sekelas pelayan di Mall. Tak peduli anak kecil, remaja hingga orang tua, keramahan dan kesopanan adalah harga mati yang harus disertakan dalam pelayanan. Keramahan yang tulus yang tak seperti di mall, keramahan yang penuh tekanan. Sementara sang suami sibuk membuatkan pesanan, maka sang istri mengajak ngobrol ramah sambil membantu suaminya.

Hal ini yang menjadi daya tarik saya kemudian untuk lagi dan lagi datang ke kios “Mi Ayam” ini. Kios “Mi Ayam” yang menjadi guru keramahan, ketulusan, kegigihan serta keharmonisan bagi saya.

***

Continue reading...

Jumat, 10 Juli 2009

I'll Be There For You

I guess this time you're really leaving
I heard your suitcase say goodbye
And as my broken heart lies bleeding
You say true love in suicide

You say you're cried a thousand rivers
And now you're swimming for the shore
You left me drowning in my tears
And you won't save me anymore

Now I'm praying to God
You'll give me one more chance, girl

I'll be there for you
These five words I swear to you
When you breathe I want to be the air for you
I'll be there for you

I'd live and I'd die for you
Steal the sun from the sky for you
Words can't say what a love can do
I'll be there for you

I know you know we're had some good times
How they have their own hiding place
I can promise you tomorrow
But I can't buy back yesterday

And baby you know my hands are dirty
But I wanted to be your valentine
I'll be the water when you get thirsty, baby
When you get drink, I'll be the wine

I'll be there for you
These five words I swear to you
When you breathe I want to be the air for you
I'll be there for you

I'd live and I'd die for you
Steal the sun from the sky for you
Words can't say what a love can do
I'll be there for you

And I wasn't there when you were happy
I wasn't there when you were down
I didn't mean to miss your birthday, baby
I wish I'd seen you blow those candles out

I'll be there for you
These five words I swear to you
When you breathe I want to be the air for you
I'll be there for you

I'd live and I'd die for you
Steal the sun from the sky for you
Words can't say what a love can do
I'll be there for you

(BON JOVI) Continue reading...

Senin, 06 Juli 2009

LOGO NP,,

Continue reading...

06/07/09

Senin ini memulai pagi dengan langsung pergi ke engku putri. Resiko jadi pengangguran, lama-lama di rumah terus bisa gila jadinya. Cuaca Batam masih tak bagus, pagi ini mendung masih menyelimuti. Matahari belum memperlihatkan tanda-tanda akan menampakkan diri, tapi hidup harus terus berlari.

Di seberang sana, pegawai PEMKO akan melaksanakan upacara bendera. Kegiatan ini benar-benar hanya menjadi seremonial belaka, rutinitas tanpa meninggalkan bekas.

Malam ini harusnya ada pertemuan lagi tapi saya tak ingin mengingatkan, kalau dia tak ingat biarlah saya tak datang. Rasanya sudah cukup nyaman seperti ini. Walau rasanya membosankan, tapi sepertinya ini karena hanya belum terbiasa. Tinggal mencoba untuk beradaptasi sedikit maka segalanya selesai.

---

Tinggal beberapa hari lagi Pilpres akan dilaksanakan, tadi malam Megawati dan Jusuf Kalla mengadakan konferensi pers di kantor muhammadiyah. Menuntut perbaikan DPT. Ada-ada saja tingkah elit di negeri ini. terlepas dari membela hak rakyat yang hilang -ini alasan di media. tentu saja di balik itu pasti ada maksud lainnya.

Tapi tak boleh prasangka katanya, karena sebagian dari prasangka itu dosa. ya, terhadap para elit kita tidak boleh berprasangka. Karena apapun yang mereka lakukan pasti telah melalui pertimbangan yang matang dan hasil rumusan terbaik dari musyawarah yang telah dilakukan. Rakyat hanya disini, diam, diarahkan dan disuruh mati di garis terdepan.

Sebuah bukti bahwa mayoritas tak bisa menang dari minoritas. terhadap elit (minoritas), rakyat (mayoritas) tak bisa menuntut haknya. Protes sedikit maka terhadap rakyat elit bebas mencaci maki, memarahi dan menyebutnya tak tahu diri. "Kalian tak tahu apa yang kami lakukan selama ini", bagaimana mungkin mau tahu kalau elit hanya bisa dekat rakyat jika saat "pemilihan" tiba. Setelah itu, mereka kembali ke menara gadingnya dan rakyat ditendang sejauh-jauhnya.

"Minggir, biar ini urusan kami", kata elit dengan lagaknya sok pahlawan.

Yah, Rakyat memang selalu sendiri.
Continue reading...

The Last Prime's

Continue reading...

Kamis, 02 Juli 2009

Find Real MR,, [LAGI]

Jika aku berguru, aku tak meminta guru yang dapat

mengajariku punya kemampuan terbang dan menghilang.

Cukuplah bagiku jika sang guru mau membimbingku

Untuk menyingkirkan batu di jalan,

Rela pada keberuntungan orang lain,

Sabar atas kemalangan diri sendiri,

Senang melihat tetangganya punya barang baru,

Mencintai anak-anak, menyayangi hewan...

Dari guruku, aku tidak mengharapkan pelajaran apapun

Selain pelajaran merendahkan diri dan merendahkan hati

Karena penyakit terbesarku saat ini adalah perasaan

bahwa aku ini ada, penting dan besar


Jika ada seseorang yang memiliki

kualitas kerendahan hati

Dalam artian yang sebenarnya,

Kepada merekalah aku datang berguru,,

(Prie GS, Nama Tuhan Dalam Sebuah Kuis)

Continue reading...