Kamis, 11 Juni 2009

PEMKORUP,,

Pukul 3:39 selesai mencetak buku TA 4 rangkap. Untung persediaan kertas yang cuma 1 rim cukup, jadi besok tinggal jilid. Setelah itu saya harus masih menemui beberapa orang untuk minta tanda tangan sebagai bukti bahwa saya bebas masalah [sepertinya saya tak pernah buat masalah]. Tinggal laboratorium, pembimbing TA, wali kelas, perpustakaan dan kaprodi, tinggal(?) itu artinya saya baru bebas masalah keuangan saja, Hmm, target besok wali kelas sama laboratorium harus sudah selesai.

Kemarin saya baru saja dapat sms dari pepenk lagi. Mulanya dia tanya apa kegiatan saya setelah jadi free-man sekarang ini, akhirnya dia ngajak ketemuan lagi buat bahas pemikiran-pemikiran yang masih belum bisa terealisasi semasa di K-PAL. Saya menyetujuinya, saya bilang hari minggu ini atau hari apapun mulai minggu depan. Sisa hari ke depan ini saya mau mempersiapkan LPj untuk Mubes LPM, untuk masalah jalan-jalan saya serahkan ke Wa, Farika, Halimah(?), Ridho dan Taufik (S1) aja. Pulau abang aja gimana(?) Diving disana pasti seru.

Rasanya saya makin muak saja dengan semua kebobrokan ini, tapi di sisi lain saya juga sering bingung, apa yang harus dan bisa saya lakukan. Tak mungkin orang-orang di atas itu tidak tahu bagaimana pola-pola kerja staff di bawahnya, tapi hal-hal seperti ini tetap saja terjadi. Kemarin pagi saya adalah satu-satunya anak magang yang ikut briefing pagi itu [karena cuma saya sendiri disana] yang lain pergi ke dinas semua untuk mengambil Dokumen lelang. Sugi ke Dinas PU dan Amin serta Juang ke Dinas Tata Kota.

Sekitar pukul ½ 11, Amin dan Juang tiba dan segera saja mereka cerita kejadian disana. Untuk biaya fotokopi dokumen lelang mereka dimintai Rp. 150.000 masing-masing. Jadi totalnya Rp. 300.000. SHIT. Fotokopi dimana si TUMBUR (ini orang pegawai dinas tata kota, kenalin, salah satu oknum PNS korup yang saya kenal, tapi saya masih belum punya bukti) itu, Cuma ambil dokumen yang kurang lebih 100 halaman saja sampai seharga segitu. Mendengar cerita itu jelas saja saya bingung, kaget bercampur marah, kami membahas itu seru sampai akhirnya Hadi keluar bertanya ada apa. Hhh, dia terlalu kompromistis rupanya, dia malah memilih lebih baik damai. Sudah saya duga saya tak cocok disini, terlalu pragmatis. Berbisnis dengan pemerintah memang seperti ini agaknya, tak profesional, birokrasi yang terlalu rumit dan berbelit. Tak bisakah semuanya selesai dengan jabat tangan saja, Bukankah birokrasi yang rumit adalah salah satu peluang untuk melakukan korupsi.

Saya rasa ini sudah keterlaluan, harus ada yang berani membongkar ini. Tapi permasalahannya pungli ini ibarat “babi ngepet”, ramai dibicarakan tapi susah untuk dibuktikan. Mental pengusahanya juga korup jadi sama saja. Ah, kalian masih terlalu muda. Paling itu yang selalu dijadikan alasan ketika hal-hal seperti ini kami anggap masalah besar.

Susah punya pemimpin yang hanya memikirkan pencitraan diri dan takut mengambil kebijakan non-populis. Yang dipikirkan hanya bagaimana bisa meraih citra diri yang baik sebagai bekal untuk mempertahankan jabatan atau naik ke jabatan yang lebih tinggi lagi. Sehingga soal-soal seperti ini selalu dianggap tak penting karena tak ada pengaruhnya dengan pencitraan diri.

AN****!!!

0 komentar: