Rabu, 25 Maret 2009

Pagi ini dengan SLUMDOG MILLIONAIRE




Pagi ini badan saya masih tak karuan meski sudah agak mendingan. Setelah sarapan dan minum obat warungan, tak ada lagi yang saya kerjakan kecuali tiduran. Tapi kemudian saya teringat ada film di laptop yang masih belum sempat saya tonton. Slumdog Millionaire, –akhirnya saya harus menggadaikan idealisme saya untuk ini- film ini saya ambil dari teman saya beberapa waktu lalu. Sudah lama ingin menonton film ini, tapi baru kesampaian pagi ini.

Film ini berkisah tentang seorang Office Boy (Chaiwalla) di sebuah operator telepon (XL5) bernama Jamal Malik yang berhasil memenangkan hadiah utama sebesar 20.000 .000 rupees dalam kuis Who Wants To Be a Millionaire (WWTBM). Jawaban demi jawaban berhasil dijawabnya, jalan yang kemudian mengantarkannya dicurigai telah mencuri jawaban.

Hasilnya, Jamal pun ditangkap dan diinterogasi oleh polisi. Berbagai penyiksaan diterimanya agar membuatnya mengaku telah mencuri jawaban. Namun, hal ini justru mengungkap kejujuran dirinya. Semua pertanyaan yang diberikan padanya merupakan refleksi perjalanan hidupnya sejak kecil hingga dewasa.

Dan ketika semua tak terbuktikan Jamal pun dilepas untuk menghadapi tantangan terakhirnya, menjawab pertanyaan pamungkas dan menemukan cinta sejatinya, Latika.

Banyak hal menarik dalam film ini. Tapi satu hal yang selalu jadi kesamaan, kemiskinan selalu menjadi bahan yang menarik untuk dijual. Kemiskinan yang selalu hadir dimanapun selalu jadi sorotan sebagi sumber kejahatan atau simpati orang untuk memberikan sumbangan. Tapi selalu ada yang luput dari dari pengamatan orang-orang awam, bahwa kemiskinan yang kadang membuat orang-orang lebih kreatif bahkan lebih cerdas baik secara intelektual maupun emosional ketimbang orang kaya yang selalu hidup dalam kenyamanan.

Hal menarik lainnya adalah ketika mengetahui ternyata motif Jamal mengikuti WWTBM bukan demi uang melainkan untuk mencari cintanya yaitu Latika yang menyukai acara tersebut. Sebuah pelajaran menarik buat saya bahwa uang kadang tak lebih berharga dari rasa cinta kita kepada sesama.

Dan endingnya film ini, semua berakhir bahagia. Jamal bertemu dengan Latika. Salim (Kakak Jamal) mati ditembak di tumpukan uang yang ditaruhnya di bath tub, begitupun dengan Jhaved dan Maman (preman mumbay) yang sebelumnya tewas dibunuh salim. Semua mendapatkan balasan yang setimpal. Yang baik untuk yang baik dan yang jahat untuk yang jahat, maka begitu pula dengan perbuatan kita, perbuatan baik akan berakhir baik, perbuatan jahat akan menerima balasannya.

Sama seperti death note yang saya tonton, maka film inipun tak meninggalkan ciri khas dan akar budaya india. Walau tak seperti film India kebanyakan yang banyak nyanyi dan tariannya tapi di akhir film tarian dan nyanyian ini tetap ada dengan melibatkan banyak penari yang memenuhi hampir satu peron. Tak peduli betapa banyak yang bilang kalau hal ini norak dan ketinggalan zaman, india tetap bangga dengan ciri khas filmnya ini. Ciri khas yang masih belum dapat saya temukan dalam film-film karya negeri saya.INDONESIA.

1 komentar:

Wa mengatakan...

hakapa adna kajabmem...??